20 Persen Wajib untuk Kebun Masyarakat
17 April 2008
Admin Website
Artikel
8204
Ia mengatakan, pembangunan kebun itu bukan berarti perusahaan memberikan sebagian perkebunannya kepada masyarakat, melainkan hanya membangun perkebunan untuk masyarakat. Bisa saja lahannya milik masyarakat sendiri, perusahaan hanya membantu bibit, pupuk atau kebutuhan lainnya.
"Jadi pembangunan perkebunan bisa dilakukan melalui pola kredit, hibah maupun bagi hasil. Pembangunan kebun untuk masyarakat itu dilakukan bersamaan dengan pembangunan kebun yang diusahakan perusahaan, dan rencana pembangunan kebun masyarakat tersebut harus diketahui pemerintah daerah," tuturnya.
Kewajiban tersebut, akan dikenakan kepada seluruh perusahaan perkebunan yang memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) atau Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUPB) seperti diatur Permentan Nomor 26 Tahun 2007. Perusahaan yang diwajibkan untuk memiliki IUP dan IUPB adalah perusahaan perkebunan yang memiliki luas areal perkebunan lebih dari 25 hektare.
"IUP dan IUPB yang lokasi areal budidayanya berada dalam satu wilayah kabupaten dan kota dikeluarkan bupati atau walikota. Sedangkan yang arealnya berada pada lintas wilayah kabupaten dan kota izin dikeluarkan gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari bupati atau wali kota berkaitan dengan rencana tata ruang wilayahnya," jelasnya.
Tentang perusahaan yang sudah ada sekarang dan belum mengurus IUP dan IUPB, menurut Wisnu, tetap dikenakan kewajiban yang sama. Namun bagi perusahaan perkebunan yang selama ini memang sudah membangun perkebunan untuk masyarakat dengan sistem plasma, harus menggenapkan jumlahnya hingga mencapai 20 persen dari luas perkebunannya. Sementara itu, berapa perusahaan perkebunan yang melaksanakan keputusan Permentan nomor 26 tahun 2007 itu, Wisnu mengungkapkan sudah tercatat 9 perusahaan perkebunan besar swasta (PBS) yang bermitra dengan masyarakat untuk membentuk koperasi. Namun baru 6 perusahaan yang sudah resmi melakukan kesepakatan bersama (MoU), sedangkan 3 perusahaan PBS lainnya masih dalam proses administrasi. Mantan Kepala dinas pertambangan ini berharap, penerapan Permentan Nomor 26 Tahun 2007 itu akan membawa dampak positif terhadap pembangunan perkebunan di daerah ini, terutama dampaknya terhadap masyarakat di sekitar perkebunan.
Hal ini tujuannya juga tidak lain menghindari adannya konflik sosial serta
tidak menimbulkan image masyarakat sekitar perkebunan tidak hanya sebagai penonton.
DIKUTIP DARI KALTIM POST, RABU, 16 APRIL 2008