(0541)736852    (0541)748382    [email protected]

Harga Karet PPU Anjlok 70 Persen

22 Maret 2011 Admin Website Artikel 3999

PENAJAM– Efek tsunami Jepang rupanya sampai ke Penajam.  Bukan dalam bentuk luapan air, melainkan pada ekspor hasil peternakan di PPU. Imbas tsunami juga berefek pada pendapatan petani PPU yang menggantungkan hidupnya dari perkebunan karet.

Alasannya, Jepang merupakan pasar ekspor tertinggi karet setengah jadi dari Indonesia. “Harganya turun drastis. Kalau normal, biasanya masih di kisaran Rp 15 ribu sampai Rp 18 ribu. Tapi saat ini turun sampai 70 persen hanya Rp 6 ribu saja,” terang Yuyun, (55) salah satu pemilik kebun karet yang juga bekerja di perusahaan Majapahit, salah satu perkebunan karet terbesar di PPU.

Kondisi ini tentu meresahkan warga yang menggantungkan hidup dari hasil berkebun karet. “Kalau seperti ini terus, ya, berimbas pada pendapatan kami,” terangnya.

Hal sama juga diungkapkan Suratno Wibowo, state manager PT Kebun Mandiri Sejahtera,  pengelola Perkebunan Majapahit. Dikatakan, harga karet saat ini mengalami masa surut karena harganya terjun bebas dari harga normal.

“Harga karet anjlok. Bahkan dari informasi dari divisi harga, untuk karet rakyat hanya seharga Rp 6 ribu. Padahal, kalau normalnya bisa Rp 20 ribu. Tergantung dari kualitas karetnya,” tegasnya pada Kaltim Post saat acara Donor Darah bertajuk “Give blood save more lives” di area Perkebunan Majapahit, Senin, (21/3) kemarin.

Apa karena imbas dari tsunami Jepang?Dirinya tak menampik adanya efek tersebut. “Indonesia merupakan salah satu pengekspor pemasok kebutuhan karet di Jepang. Jadi pasti itu salah satu imbas merosotnya harga,” terang Suratno.

Dibeberkannya, kemungkinan harga karet yang mengalami penurunan tajam juga karena imbas dari harga minyak dunia yang hingga saat ini masih tinggi. Tentu saja hal ini akan berimbas pada pemasukan perusahaannya. Untuk diketahui, saat ini dari perkebunan Majapahit PPU dengan lahan 5 ribu hektare menghasilkan 700 ton perbulan sebelum diproses untuk siap di ekspor.

DIKUTIP DARI KALTIM POST, SELASA, 22 MARET 2011

Artikel Terkait