Komoditi Karet Bakal Jadi Primadona Setelah Sawit
30 Mei 2012
Admin Website
Artikel
3854
JAKARTA. Komoditi karet akan menjadi komoditi yang
unggul setelah minyak sawit di Indonesia. Hingga saat ini kualitas karet
alam di Indonesia sangat baik.
"The next primadona kita adalah karet. Kalau harga minyak naik, karet sintetis pasti mahal, nanti larinya ke karet alam. Kita yang unggul di karet alam," kata Pengamat Pangan dan Guru Besar Universitas Lampung (Unila) Bustanul Arifin kepada detikFinance, Rabu (30/5/12).
Ia mengatakan komoditi karet di Indonesia unggul namun tidak dibarengi dengan produktivitas petani karet di Indonesia yang mengkhawatirkan. Para petani karet saat ini terlalu cepat puas atas pencapaiannya.
"Petani banyak yang sudah puas apalagi yang tua-tua itu. Mereka sudah merasa cukup dengan pencapaiannya. Sementara kita tahu tuntutan global ini perlu peningkatan produktivitas," ungkapnya.
Padahal, menurut Bustanul permintaan karet dunia akan semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Tahun ini saja, permintaan karet untuk Indonesia mencapai 3 juta ton, sedangkan produksi Indonesia hanya mencapai 2 juta ton.
"Kalau Indonesia tidak segera memperbaiki peningkatan produktivitas di karet, kita nggak mampu menggapai high demand seperti itu. Saya hitung, 5 tahun lagi bisa sampai 10 juta ton demand itu, siapa yang mau supply?" Tegas Bustanul.
Tak hanya petani, lagi-lagi pemerintah disalahkan dalam hal ini. Pemerintah dinilai kurang dapat mendukung dalam peningkatan produktivitas komoditi ini.
Menurutnya, Pemerintah harus mendampingi petani, memberikan penyuluhan atau memudahkan para petani terkait pemberian kredit bantuan untuk mengekspansi lahan perkebunannya.
DIKUTIP DARI DETIK ONLINE, RABU, 30 MEI 2012
"The next primadona kita adalah karet. Kalau harga minyak naik, karet sintetis pasti mahal, nanti larinya ke karet alam. Kita yang unggul di karet alam," kata Pengamat Pangan dan Guru Besar Universitas Lampung (Unila) Bustanul Arifin kepada detikFinance, Rabu (30/5/12).
Ia mengatakan komoditi karet di Indonesia unggul namun tidak dibarengi dengan produktivitas petani karet di Indonesia yang mengkhawatirkan. Para petani karet saat ini terlalu cepat puas atas pencapaiannya.
"Petani banyak yang sudah puas apalagi yang tua-tua itu. Mereka sudah merasa cukup dengan pencapaiannya. Sementara kita tahu tuntutan global ini perlu peningkatan produktivitas," ungkapnya.
Padahal, menurut Bustanul permintaan karet dunia akan semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Tahun ini saja, permintaan karet untuk Indonesia mencapai 3 juta ton, sedangkan produksi Indonesia hanya mencapai 2 juta ton.
"Kalau Indonesia tidak segera memperbaiki peningkatan produktivitas di karet, kita nggak mampu menggapai high demand seperti itu. Saya hitung, 5 tahun lagi bisa sampai 10 juta ton demand itu, siapa yang mau supply?" Tegas Bustanul.
Tak hanya petani, lagi-lagi pemerintah disalahkan dalam hal ini. Pemerintah dinilai kurang dapat mendukung dalam peningkatan produktivitas komoditi ini.
Menurutnya, Pemerintah harus mendampingi petani, memberikan penyuluhan atau memudahkan para petani terkait pemberian kredit bantuan untuk mengekspansi lahan perkebunannya.
DIKUTIP DARI DETIK ONLINE, RABU, 30 MEI 2012