Menunggu Kejutan Gubernur untuk Karet
05 Agustus 2011
Admin Website
Artikel
3739
Menteri Koperasi Syarif Hasan menyebut gold opportunity untuk Kaltim.
Kata dia, masyarakat Kaltim seharusnya bisa lebih optimis sebab Kaltim
adalah provinsi yang menyimpan peluang besar untuk maju.
Tidak saja bicara potensi sumber daya alam tidak terbarukan yang tidak
terbantahkan telah menjadi penyumbang devisa terbesar bagi negara,
potensi lain yang tidak kalah besarnya masih terhampar di bumi etam
Kalimantan Timur.
Potensi itu ada pada pengembangan pertanian dalam arti luas. Gubernur Awang Faroek, pasti sangat sependapat dengan Menkop Syarif Hasan. Sejak awal, Gubernur Awang Faroek telah menyadari, lokomotif ekonomi Kaltim ke depan, memang harus dipersiapkan dari potensi sumber daya alam terbarukan yakni pengembangan sektor agribisnis dan pertanian dalam arti luas.
Program sejuta hektare kelapa sawit, misalnya akan dirangkai dengan pengembangan industri agribisnis untuk menghasilkan produk-produk turunan sawit, margarine dan kosmetik. Pengembangan industri ini rencananya akan dipusatkan di Kawasan Industri dan Pelabuhan Intenasional (KIPI) Maloy di Kutai Timur. Potensi lain yang bisa dilihat dari semangat Gubernur Awang Faroek adalah mendorong Kaltim menjadi lumbung pangan nasional dengan penyiapan lahan minimal 200.000 hektare.
Semangat Gubernur Awang Faroek memotivasi bupati/walikota agar menyiapkan lahan pertanian baru untuk pengembangan lahan sawah merupakan langkah cepat atas urungnya niat Kementerian Pertanian mengarahkan dana pembangunan pertanian ke Papua. Awalnya Papua akan menjadi kawasan alternatif lumbung pangan nasional, namun akhirnya dibatalkan.
Informasi terakhir menyebutkan luas lahan yang telah disiapkan bahkan sudah melebihi 200.000 hektare. Bulungan siap dengan 50.000 hektare , Kutai Barat 70.000 hektare, Kutai Timur 30.000 hektare, Kutai Kartanegara 40.000 hektare dan selebihnya bisa dikembangkan di Paser, Panajam Paser Utara, Malinau dan Nunukan. Potensi lainnya adalah perkebunan kakao, lada atau kedelai.
Komoditas potensial lain yang sesungguhnya menyimpan potensi besar pengembangan adalah perkebunan karet. Luas lahan karet di Kaltim dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ini menandakan minat masyarakat untuk berkebun karet terus meningkat.
Bila pada 2009 luas lahan karet di seluruh wilayah kabupaten/kota di Kaltim hanya sekitar 68.634 hektare, pada 2010 luasnya meningkat hingga 70.967 hektare. Dari jumlah tersebut tanaman yang sudah menghasilkan adalah 33.914 hektare. Sedangkan tanaman berusia muda atau belum menghasilkan seluas 29.143 hektare.
Tahun ini Pemprov Kaltim juga melemparkan program Perkebunan Inti Rakyat (PIR) Swadaya untuk pengembangan komoditas karet 500 hektare. Program tersebut meliputi pembiayaan land clearing, bantuan pupuk dan herbisida. Hal yang sama akan dilanjutkan pada 2012.
Dengan peningkatan tersebut, beberapa tahun ke depan, karet benar-benar menjelma menjadi salah satu komoditas unggulan Kaltim. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Kaltim, produksi karet yang dihasilkan dari kelompok tanaman produktif pada 2010 berjumlah 43.468 ton. Kutai Barat menjadi kabupaten tertinggi penghasil karet dengan total produksi 31.604 ton dengan lahan menghasilkan seluas 22.181 hektare.
Hampir seluruh kecamatan di kabupaten ini menjadi penghasil karet. Apalagi Gubernur Awang Faroek menegaskan akan segera menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) untuk melarang komoditas unggulan keluar Kaltim tanpa nilai tambah. Karet adalah salah satunya, selain sawit, lada atau rotan. Saat melakukan kunjungan kerja ke Kutai Barat belum lama ini, Gubernur Awang Faroek melihat langsung tingginya pengaruh industri terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Karet petani bisa dibeli dengan harga lebih tinggi karena jarak pabrik pengolah tidak jauh dari lokasi lahan petani. Selain itu, berdirinya industri secara langsung juga akan memberikan pengaruh bagi peningkatan ekonomi masyarakat sekitar perusahaan.
"Perusahaan pertanian dan perkebunan perlu membuat industri pengolahan hasil pertanian. Ini penting agar masyarakat Kaltim bisa menikmati hasil ekonomi yang lain dari peningkatan value added (nilai tambah) hasil pertanian tersebut," kata Faroek.
Ketertarikan investor untuk membangun industri pengolahan karet juga disebutkan Gubernur Awang Faroek. Selain satu perusahaan di Kutai Barat, satu investor rencananya akan membangun pabrik pengolahan karet di Kawasan Industri Kariangau di Balikpapan.
Bukan hanya pabrik pengolah karet, tidak jauh dari lokasi tersebut salah satu perusahaan pembuat ban terkemuka rencananya juga akan membangun pabrik mereka. Tidak heran, jika Pergub sudah diterbitkan dan semua hasil panen karet bisa diolah di Kaltim dengan industri pengolahan yang sudah terbangun, Kaltim akan menjadi provinsi yang akan dikenal sebagai penghasil atau produsen ban di Indonesia.
Langkah ini nampaknya harus segera diwujudkan, sebab hasil pertanian karet Kaltim saat ini lebih banyak justru dikirim ke luar daerah tanpa nilai tambah. Sangat disayangkan, sebab nilai tambah produk ini sangat besar, sayang bila tidak dimanfaatkan.
Dari laporan Dinas Perindustrian Perdangangan Koperasi dan UMKM tentang perdagangan luar negeri Kaltim 2010, tidak nampak transaksi dari hasil karet tersebut. Padahal potensi pertanian lainnya, misalnya sawit, lada dan kakao sudah menunjukkan angka-angka ekspor.
Rasanya tidak berlebihan, bila Gubernur Awang Faroek merasa sangat optimis Kaltim ke depan akan lebih maju dengan kekuatan ekonomi baru dari pengolahan industri sumber daya alam terbarukan salah satunya dari hasil pengolahan karet. Dengan produksi 43.468 ton setiap tahun dan luas 70.967 hektare saja, tenaga kerja yang terserap dari perkebunan karet ini berjumlah 47.292 orang. Akan lebih menjanjikan lagi bila luas lahan perkebunan karet bisa terus ditingkatkan.
Tidak harus satu juta hektare, seperempat juta hektare saja, tenaga kerja terserap bisa saja mencapai 200 ribu orang. Belum lagi tenaga kerja yang mengisi sektor industri pengolahan karet dan kaitan-kaitan lainnya. Pengembangan perkebunan dan industri pengolahan karet secara langsung akan mempengaruhi tingkat pengangguran dan kemiskinan.
Tidak berlebihan, jika kelak gubernur benar-benar menerbitkan Pergub yang melarang komoditas unggulan Kaltim dikirim ke luar daerah sebelum diolah di industri di Kaltim. Mungkin Kaltim akan dikenal dengan pabrik bannya. Kita tunggu kejutan Gubernur Awang Faroek untuk urusan karet ini.
SUMBER : HUMAS PROV. KALTIM
Potensi itu ada pada pengembangan pertanian dalam arti luas. Gubernur Awang Faroek, pasti sangat sependapat dengan Menkop Syarif Hasan. Sejak awal, Gubernur Awang Faroek telah menyadari, lokomotif ekonomi Kaltim ke depan, memang harus dipersiapkan dari potensi sumber daya alam terbarukan yakni pengembangan sektor agribisnis dan pertanian dalam arti luas.
Program sejuta hektare kelapa sawit, misalnya akan dirangkai dengan pengembangan industri agribisnis untuk menghasilkan produk-produk turunan sawit, margarine dan kosmetik. Pengembangan industri ini rencananya akan dipusatkan di Kawasan Industri dan Pelabuhan Intenasional (KIPI) Maloy di Kutai Timur. Potensi lain yang bisa dilihat dari semangat Gubernur Awang Faroek adalah mendorong Kaltim menjadi lumbung pangan nasional dengan penyiapan lahan minimal 200.000 hektare.
Semangat Gubernur Awang Faroek memotivasi bupati/walikota agar menyiapkan lahan pertanian baru untuk pengembangan lahan sawah merupakan langkah cepat atas urungnya niat Kementerian Pertanian mengarahkan dana pembangunan pertanian ke Papua. Awalnya Papua akan menjadi kawasan alternatif lumbung pangan nasional, namun akhirnya dibatalkan.
Informasi terakhir menyebutkan luas lahan yang telah disiapkan bahkan sudah melebihi 200.000 hektare. Bulungan siap dengan 50.000 hektare , Kutai Barat 70.000 hektare, Kutai Timur 30.000 hektare, Kutai Kartanegara 40.000 hektare dan selebihnya bisa dikembangkan di Paser, Panajam Paser Utara, Malinau dan Nunukan. Potensi lainnya adalah perkebunan kakao, lada atau kedelai.
Komoditas potensial lain yang sesungguhnya menyimpan potensi besar pengembangan adalah perkebunan karet. Luas lahan karet di Kaltim dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ini menandakan minat masyarakat untuk berkebun karet terus meningkat.
Bila pada 2009 luas lahan karet di seluruh wilayah kabupaten/kota di Kaltim hanya sekitar 68.634 hektare, pada 2010 luasnya meningkat hingga 70.967 hektare. Dari jumlah tersebut tanaman yang sudah menghasilkan adalah 33.914 hektare. Sedangkan tanaman berusia muda atau belum menghasilkan seluas 29.143 hektare.
Tahun ini Pemprov Kaltim juga melemparkan program Perkebunan Inti Rakyat (PIR) Swadaya untuk pengembangan komoditas karet 500 hektare. Program tersebut meliputi pembiayaan land clearing, bantuan pupuk dan herbisida. Hal yang sama akan dilanjutkan pada 2012.
Dengan peningkatan tersebut, beberapa tahun ke depan, karet benar-benar menjelma menjadi salah satu komoditas unggulan Kaltim. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Kaltim, produksi karet yang dihasilkan dari kelompok tanaman produktif pada 2010 berjumlah 43.468 ton. Kutai Barat menjadi kabupaten tertinggi penghasil karet dengan total produksi 31.604 ton dengan lahan menghasilkan seluas 22.181 hektare.
Hampir seluruh kecamatan di kabupaten ini menjadi penghasil karet. Apalagi Gubernur Awang Faroek menegaskan akan segera menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) untuk melarang komoditas unggulan keluar Kaltim tanpa nilai tambah. Karet adalah salah satunya, selain sawit, lada atau rotan. Saat melakukan kunjungan kerja ke Kutai Barat belum lama ini, Gubernur Awang Faroek melihat langsung tingginya pengaruh industri terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Karet petani bisa dibeli dengan harga lebih tinggi karena jarak pabrik pengolah tidak jauh dari lokasi lahan petani. Selain itu, berdirinya industri secara langsung juga akan memberikan pengaruh bagi peningkatan ekonomi masyarakat sekitar perusahaan.
"Perusahaan pertanian dan perkebunan perlu membuat industri pengolahan hasil pertanian. Ini penting agar masyarakat Kaltim bisa menikmati hasil ekonomi yang lain dari peningkatan value added (nilai tambah) hasil pertanian tersebut," kata Faroek.
Ketertarikan investor untuk membangun industri pengolahan karet juga disebutkan Gubernur Awang Faroek. Selain satu perusahaan di Kutai Barat, satu investor rencananya akan membangun pabrik pengolahan karet di Kawasan Industri Kariangau di Balikpapan.
Bukan hanya pabrik pengolah karet, tidak jauh dari lokasi tersebut salah satu perusahaan pembuat ban terkemuka rencananya juga akan membangun pabrik mereka. Tidak heran, jika Pergub sudah diterbitkan dan semua hasil panen karet bisa diolah di Kaltim dengan industri pengolahan yang sudah terbangun, Kaltim akan menjadi provinsi yang akan dikenal sebagai penghasil atau produsen ban di Indonesia.
Langkah ini nampaknya harus segera diwujudkan, sebab hasil pertanian karet Kaltim saat ini lebih banyak justru dikirim ke luar daerah tanpa nilai tambah. Sangat disayangkan, sebab nilai tambah produk ini sangat besar, sayang bila tidak dimanfaatkan.
Dari laporan Dinas Perindustrian Perdangangan Koperasi dan UMKM tentang perdagangan luar negeri Kaltim 2010, tidak nampak transaksi dari hasil karet tersebut. Padahal potensi pertanian lainnya, misalnya sawit, lada dan kakao sudah menunjukkan angka-angka ekspor.
Rasanya tidak berlebihan, bila Gubernur Awang Faroek merasa sangat optimis Kaltim ke depan akan lebih maju dengan kekuatan ekonomi baru dari pengolahan industri sumber daya alam terbarukan salah satunya dari hasil pengolahan karet. Dengan produksi 43.468 ton setiap tahun dan luas 70.967 hektare saja, tenaga kerja yang terserap dari perkebunan karet ini berjumlah 47.292 orang. Akan lebih menjanjikan lagi bila luas lahan perkebunan karet bisa terus ditingkatkan.
Tidak harus satu juta hektare, seperempat juta hektare saja, tenaga kerja terserap bisa saja mencapai 200 ribu orang. Belum lagi tenaga kerja yang mengisi sektor industri pengolahan karet dan kaitan-kaitan lainnya. Pengembangan perkebunan dan industri pengolahan karet secara langsung akan mempengaruhi tingkat pengangguran dan kemiskinan.
Tidak berlebihan, jika kelak gubernur benar-benar menerbitkan Pergub yang melarang komoditas unggulan Kaltim dikirim ke luar daerah sebelum diolah di industri di Kaltim. Mungkin Kaltim akan dikenal dengan pabrik bannya. Kita tunggu kejutan Gubernur Awang Faroek untuk urusan karet ini.
SUMBER : HUMAS PROV. KALTIM