(0541)736852    (0541)748382    [email protected]

Patokan Pajak PE CPO Dipersempit

16 Juli 2008 Admin Website Artikel 4106
"Misalkan sebelumnya dari (harga CPO dunia) USD 1100 - 1200 per ton dikenakan pungutan ekspor 15 persen nantinya akan dibuat lebih rinci, dipersempit jadi USD 1100-1150 perton," ujar Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu di gedung Depdag kemarin. Pada prinsipnya pungutan ekspor CPO tersebut tetap akan diberlakukan progresif namun akan dibuat lebih rinci. Caranya, kisaran harga dan tarif akan dibuat lebih kecil.

Sebelumnya kalangan pengusaha di sektor kelapa sawit mengusulkan agar adanya perubahan tarif pungutan ekspor CPO agar tidak terlalu memberatkan kalangan pengusaha. Hal itu terutama diakibatkan perubahan harga CPO dunia yang cenderung fluktuatif. Jika harga CPO dunia teru naik dikhawatirkan PE CPO membumbung tinggi. "Tarif maksimal sebesar 25 persen tidak akan dirubah, artinya akan masih mengikuti pola tarif yang lama. Cuma range-nya dipersempit," tuturnya.

Menurut dia, aturan PE CPO progresif yang berlaku sekarang menimbulkan ketidakpastian bagi pengusaha. Selain itu, tidak terlalu menguntungkan bagi negara karena penghitungannya terus berubah. Oleh karena itu, perlu diantisipasi agar lonjakan harga CPO di pasar duni tidak terlalu diikuti dengan lonjakan PE CPO. "Peningkatan PE CPO akibat fluktuasi CPO dunia, selama ini terlalu tajam. Jadi, nanti (PE) lebih smooth pergerakannya," ungkapnya.

Sebelumnya, Mari menyebut, ada beberapa opsi yang dibahas. Salah satunya adalah membuat daftar PE CPO yang lebih sensitif dengan peningkatan harga CPO dunia. Dengan begitu peningkatan PE tidak terlalu signifikan terhadap gejolak harga dunia. Opsi lain yang dibahas, adalah mempersempit kisaran harga patokan kenaikan PE dan besarannya.

Pengenaan PE secara progresif diberlakukan sejak September 2007 menyusul fluktuasi harga CPO di pasar dunia. Tingginya kenaikan harga CPO dunia menyebabkan pemerintah khawatir PE akan terus meningkat. Padahal, pemerintah telah menambah kisaran kenaikan PE CPO hingga 25 persen jika harga di atas USD 1.300 per ton awal Februari lalu. "Yang sekarang, terlalu membuat ketidakpastian terhadap penghitungan ekspor," jelasnya.

DIKUTIP DARI RADAR TARAKAN, RABU, 16 JULI 2008

Artikel Terkait