RI Jangan Diam Saja Hadapi Pencekalan Sawit Oleh AS
JAKARTA. Penolakan ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia oleh Amerika Serikat
(AS) karena isu tidak ramah lingkungan hanyalah strategi dagang AS. Oleh
karena itu, Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) Universitas Gadjah
Mada (UGM) mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mengambil sikap
atas notifikasi AS yang menolak ekspor produk minyak sawit mentah.
"Soal
isu lingkungan ini perlu ditanggapi segera untuk mengantisipasi dampak
besar pada perekonomian dalam negeri Indonesia," ungkap Kepala PSPD
Prof. Ir. Masyhuri, Ph.D di kantor kompleks Bulaksumur, Yogyakarta,
Jumat (3/2/2012).
Menurut dia, isu lingkungan yang dihembuskan
Environmental Protection Agency (EPA) atau otoritas urusan lingkungan AS
itu adalah bagian dari strategi perang dagang. Pasalnya, isu yang sama
pernah pernah dihembuskan 20-30 tahun lalu, yakni AS mengklaim minyak
kelapa sawit mengandung minyak jenuh yang menyebabkan masalah kesehatan.
Namun
larangan yang sempat menjalar ke AS itu akhirnya bisa dimentahkan lewat
penelitian yang membuktikan bila minyak kelapa sawit menghasilkan zat
anti kanker.
"Kesemua isu tersebut untuk melemahkan produk pertanian khususnya kelapa sawit dari negara berkembang," katanya.
Menurut
dia, untuk mematahkan isu lingkungan itu pihaknya merekomendasikan
empat hal. Pertama, asosiasi produsen kelapa sawit segera mengadakan
penelitian yang valid bila produksi kelapa sawit dapat mengurangi efek
rumah kaca lebih dari 20 persen.
"Karena AS menuduh produk minyak sawit mentah Indonesia hanya bisa menurunkan efek rumah kaca 11-17 persen," kata.
Kedua
lanjut Masyhuri, mengalihkan ekspor produk kelapa sawit Indonesia ke
negara tujuan lain yang nilainya lebih besar. Karena total ekspor produk
Indonesia ke AS hanya 68,2 juta dolar atau 0,5 persen dari total ekspor
kelapa sawit yang mencapai 23,5 juta ton.
"Beberapa negara yang
bisa jadi tujuan ekspor antara lain India, China, Malaysia, Bangladesh,
Singapura, Mesir, Belanda, Brasil, dan Kenya," katanya.
Ketiga,
pemerintah juga mendesak WTO agar semua Negara anggota mematuhi prinsip
perdagangan dunia yang tidak boleh ada ristriksi perdagangan teknis.
keempat pemerintah harus serius mengembangkan produk industri hilir yang
selama ini dianggap kurang optimal.
"Saat ini adalah momentum yang tepat bagi kita untuk mengembangkan produk industri hilir," pungkas Masyhuri.
DIKUTIP DARI DETIK ONLINE, JUMAT, 3 PEBRUARI 2012