Tanam Karet 20 Hektare, Hasilkan Getah 40 Ton
09 November 2010
Admin Website
Artikel
51832
Berkat keuletan dan kejelian memandang peluang masa depan, Camat
Sangkulirang Hormanyah, memanfaatkan lahan tidur seluas 20 hektare .
Lahan yang berlokasi di kilometer 13 dekat Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) jalan poros Sangatta-Bengalon itu, ditanami bibit karet dan
buah-buahan.
HORMANSYAH menggarap lahan tidur itu sejak 2001 silam. Awalnya, Hormansyah memperoleh lahan seluas 2 hektare dari Kelompok Tani Rindang Batota. Lahan 2 Ha tersebut digarap dengan baik hingga pohon karet yang ditanam sudah menghasilkan rata-rata 2.000 Kg getah karet tiap bulan.
Jadi kebun karet itu mampu menghasilkan 1 ton (1.000 Kg) getah karet per hektare. Getah karet itu dijual dengan harga Rp 8.000 per kilogram. Penghasilan Hormansyah tiap bulan untuk 1 Ha kebun karet senilai Rp 8 juta.
Lantaran belum merasa cukup hanya memiliki lahan seluas 2 Ha, Hormansyah terus menambah luasan lahannya dengan cara memanfaatkan lahan tidur yang ada di kisaran kebun. Hingga 2010 ini luasan kebun karetnya mencapai 20 hektare. “Pohon karet saya, sebagian sudah produksi,” katanyaketika ditemui, pekan lalu.
Hormansyah menghitung-hitung bila tanaman karetnya tumbuh subur pada lahan seluas 20 Ha, maka produksinya bisa mencapai 40 ton per bulan. “Bila harga getah karet tetap pada nilai Rp 8000 per Kg ke depan, maka saya bisa memperoleh nilai hasil jual sebesar Rp 160 juta tiap bulan. Hasil kebun karet ini cukup luar biasa untuk digunakan membiayai kebutuhan hidup,” katanya.
Kenyataan di lapangan menurutnya banyak warga hanya sebatas memiliki lahan saja. Lahan mereka itu dibiarkan telantar. Padahal lahan-lahan di Kutai Timur masih luas yang memiliki potensi ekonomi untuk pengembangan berbagai jenis komoditas. Kenapa lahan itu, belum digarap sebagai sumber pencaharian buat kelangsungan hidup?. “Tiada kata terlambat untuk memulai hal yang baik,” pungkasnya.
Sudah waktunya, masyarakat memanfaatkan lahan secara optimal. Jangan sampai tak punya modal dijadikan alasan untuk membiarkan lahan-lahan ditumbuhi semak belukar. Sebenarnya, bercocok tanam bisa dilakukan oleh warga hanya dengan memiliki semangat, kemauan kuat dan kerja keras serta diiringi doa sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.
Biaya membangun kebun karet saat ini memerlukan dana sekira Rp 2,5 juta per 0,5 Ha untuk pembersihan (land clearing) hingga masa penanaman. Pembelian bibit pohon karet memerlukan uang antara Rp 1 juta hingga Rp 5 juta untuk lahan seluas setengah hektare. Lahan yang sudah bersih, itu bisa ditanami palawija seperti kacang-kacangan, lombok dan lainnya.
“Kunci keberhasilan adalah kerja keras dan semangat,” tandasnya.
Menurut Hormansyah, dalam Quran surah Al-Qoshash ayat 77 telah ditegaskan, bahwa Allah SWT telah memerintahkan kepada hambahNYA, berbuat baiklah kepada orang lain (di muka bumi ini) seperti Allah berbuat baik kepadaMU, dan jangan berbuat kerusakan (di muka bumi ini). Sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan.
HORMANSYAH menggarap lahan tidur itu sejak 2001 silam. Awalnya, Hormansyah memperoleh lahan seluas 2 hektare dari Kelompok Tani Rindang Batota. Lahan 2 Ha tersebut digarap dengan baik hingga pohon karet yang ditanam sudah menghasilkan rata-rata 2.000 Kg getah karet tiap bulan.
Jadi kebun karet itu mampu menghasilkan 1 ton (1.000 Kg) getah karet per hektare. Getah karet itu dijual dengan harga Rp 8.000 per kilogram. Penghasilan Hormansyah tiap bulan untuk 1 Ha kebun karet senilai Rp 8 juta.
Lantaran belum merasa cukup hanya memiliki lahan seluas 2 Ha, Hormansyah terus menambah luasan lahannya dengan cara memanfaatkan lahan tidur yang ada di kisaran kebun. Hingga 2010 ini luasan kebun karetnya mencapai 20 hektare. “Pohon karet saya, sebagian sudah produksi,” katanyaketika ditemui, pekan lalu.
Hormansyah menghitung-hitung bila tanaman karetnya tumbuh subur pada lahan seluas 20 Ha, maka produksinya bisa mencapai 40 ton per bulan. “Bila harga getah karet tetap pada nilai Rp 8000 per Kg ke depan, maka saya bisa memperoleh nilai hasil jual sebesar Rp 160 juta tiap bulan. Hasil kebun karet ini cukup luar biasa untuk digunakan membiayai kebutuhan hidup,” katanya.
Kenyataan di lapangan menurutnya banyak warga hanya sebatas memiliki lahan saja. Lahan mereka itu dibiarkan telantar. Padahal lahan-lahan di Kutai Timur masih luas yang memiliki potensi ekonomi untuk pengembangan berbagai jenis komoditas. Kenapa lahan itu, belum digarap sebagai sumber pencaharian buat kelangsungan hidup?. “Tiada kata terlambat untuk memulai hal yang baik,” pungkasnya.
Sudah waktunya, masyarakat memanfaatkan lahan secara optimal. Jangan sampai tak punya modal dijadikan alasan untuk membiarkan lahan-lahan ditumbuhi semak belukar. Sebenarnya, bercocok tanam bisa dilakukan oleh warga hanya dengan memiliki semangat, kemauan kuat dan kerja keras serta diiringi doa sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.
Biaya membangun kebun karet saat ini memerlukan dana sekira Rp 2,5 juta per 0,5 Ha untuk pembersihan (land clearing) hingga masa penanaman. Pembelian bibit pohon karet memerlukan uang antara Rp 1 juta hingga Rp 5 juta untuk lahan seluas setengah hektare. Lahan yang sudah bersih, itu bisa ditanami palawija seperti kacang-kacangan, lombok dan lainnya.
“Kunci keberhasilan adalah kerja keras dan semangat,” tandasnya.
Menurut Hormansyah, dalam Quran surah Al-Qoshash ayat 77 telah ditegaskan, bahwa Allah SWT telah memerintahkan kepada hambahNYA, berbuat baiklah kepada orang lain (di muka bumi ini) seperti Allah berbuat baik kepadaMU, dan jangan berbuat kerusakan (di muka bumi ini). Sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan.
DIKUTIP DARI KALTIM POST, SELASA, 9 NOPEMBER 2010