Bea Keluar Sawit tidak Pengaruhi Kinerja Ekspor
14 April 2012
Admin Website
Artikel
3670
JAKARTA. Peraturan bea keluar (BK) bagi kelapa sawit dinilai tidak mempengaruhi pergerakan naik turun kinerja ekspor komoditas ini.
"Peraturan bea keluar sama sekali tidak menyebabkan penurunan ekspor minyak kelapa sawit. Pasalnya Indonesia menguasai pasar CPO dunia bersama dengan Malaysia. Jika Indonesia menerapkan bea keluar, industri asing justru akan menaikkan harga," kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Benny Wahyudi ketika dihubungi di Jakarta, Jumat malam (13/4).
Menurut Benny, BK justru menguntungkan Indonesia, seperti ketika India mengurangi bea masuk CPO setelah mengetahui Indonesia mengenakan BK. "India awalnya mengenakan bea masuk sebesar 45 persen, ketika Indonesia mengenakan BK, maka India menurunkan bea masuk hingga 15-20 persen," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa melalui PMK 67/PMK.011/2010 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan BK, besaran BK antar produk hulu dan hilir hampir sama. Hal ini menyebabkan hilirisasi industri kelapa sawit tidak begitu berkembang.
"Aturan ini akan mempercepat proses hilirisasi industri kelapa sawit karena investasi justru akan meningkat," tuturnya.
Benny menambahkan, akan ada insentif bagi investor yang akan menanamkan investasi di sektor hilir kelapa sawit. Pada 2014, pemerintah akan mewajibkan ekspor 70 persen untuk produk hilir dan 30 persen produk hulu.
"Kalau sudah bangun pabrik baru bisa diberi insentif seperti tax holiday. Hanya saja, proses hilirisasi kelapa sawit dan kakao tidak bisa disamakan. Jika industri kakao cukup satu tahun dibangun sudah menampakkan hasil seperti peningkatan ekspor kakao olahan dan investasi dalam negeri, akan tetapi kelapa sawit butuh waktu lebih lama," katanya.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, SABTU, 14 APRIL 2012
"Peraturan bea keluar sama sekali tidak menyebabkan penurunan ekspor minyak kelapa sawit. Pasalnya Indonesia menguasai pasar CPO dunia bersama dengan Malaysia. Jika Indonesia menerapkan bea keluar, industri asing justru akan menaikkan harga," kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Benny Wahyudi ketika dihubungi di Jakarta, Jumat malam (13/4).
Menurut Benny, BK justru menguntungkan Indonesia, seperti ketika India mengurangi bea masuk CPO setelah mengetahui Indonesia mengenakan BK. "India awalnya mengenakan bea masuk sebesar 45 persen, ketika Indonesia mengenakan BK, maka India menurunkan bea masuk hingga 15-20 persen," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa melalui PMK 67/PMK.011/2010 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan BK, besaran BK antar produk hulu dan hilir hampir sama. Hal ini menyebabkan hilirisasi industri kelapa sawit tidak begitu berkembang.
"Aturan ini akan mempercepat proses hilirisasi industri kelapa sawit karena investasi justru akan meningkat," tuturnya.
Benny menambahkan, akan ada insentif bagi investor yang akan menanamkan investasi di sektor hilir kelapa sawit. Pada 2014, pemerintah akan mewajibkan ekspor 70 persen untuk produk hilir dan 30 persen produk hulu.
"Kalau sudah bangun pabrik baru bisa diberi insentif seperti tax holiday. Hanya saja, proses hilirisasi kelapa sawit dan kakao tidak bisa disamakan. Jika industri kakao cukup satu tahun dibangun sudah menampakkan hasil seperti peningkatan ekspor kakao olahan dan investasi dalam negeri, akan tetapi kelapa sawit butuh waktu lebih lama," katanya.
DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, SABTU, 14 APRIL 2012