Kaltim Perlu Pabrik Karet
10 September 2014
Admin Website
Berita Daerah
4434
SAMARINDA. Kendati produksinya kian meningkat
setiap tahun, namun komoditas karet belum memiliki sentra pengolahan di
Kalimantan Timur. Berbagai masalah di level hulu industri, membuat
komoditas ini terpaksa diekspor dalam keadaan mentah.
Dinas Perkebunan mencatat, dengan luas lahan lebih dari 103 ribu hektare (ha) pada 2013 lalu, produksi karet di Kaltim mencapai 59.963 ton. Dengan kata lain, produktivitas tanaman ini mencapai 1.191 kilogram (kg)/ha.
Menilik penyebarannya, Kutai Barat menjadi daerah penghasil karet terbesar dengan produksi mencapai 35.278 ton. Dengan luasan lahan yang hanya 34.421 ha, produktivitas di daerah ini pun tercatat yang paling tinggi, yakni 1.620 kg/ha.
Meski secara statistik menunjukkan tren positif dalam beberapa tahun terakhir, pengolahan karet Kaltim rupanya masih bergantung pada daerah, bahkan negara lain. Selain terkendala infrastruktur, kendala juga datang dari masalah kemitraan masyarakat dengan perusahaan.
"Crumb rubber dengan standar ekspor sebenarnya sudah ada di Kubar. Di samping masalah internal manajemen perusahaan, aksi tengkulak di sana masih marak. Inilah yang merusak kemitraan antara keluarga tani dengan pabrik," jelas Kepala Bidang Usaha Disbun Kaltim M Yusuf.
Akibatnya, lanjut dia, hampir seluruh hasil produksi karet Kaltim saat ini terpaksa dipasok ke Makassar dan Tawau, Malaysia untuk tahap hilirisasi. "Terpaksa diekspor mentah. Di sana ada produksi bubuk hingga pasta, yang juga memanfaatkan tanaman ini," lanjut dia.
Terpisah, Ketua Asosiasi Pohon Karet PPU Tri Yuwono menyebut bahwa Kaltim seharusnya memiliki pabrik karet sendiri. Dia menyebut, Penajam Paser Utara (PPU) sebagai titik representatif sebagai sentra hilirisasi komoditas tersebut.
"Produksi karet di Kaltim bisa 500 ton per hari. Provinsi ini layak memiliki pabrik. Dari beberapa kabupaten penghasil karet, PPU saya rasa paling layak karena posisinya di tengah-tengah daerah lain," tuturnya.
Dari luasan 10.922 hektare pada tahun lalu, dia mengungkapkan bahwa lahan karet di PPU kini telah mencapai 15 ribu ha. Tambahan produksi dari daerah potensial seperti Kubar dan lainnya, disebut Yuwono sebagai alasan Kaltim harus memiliki pabrik karet sendiri. Jika pasarnya bagus, dia memastikan bahwa petani tanaman ini harusnya bisa hidup sejahtera.
"Untuk harga karet berkualitas biasa atau disebut lem adalah Rp 7.000 per kg. Sementara, kualitas sedang Rp 10.000 per kg, dan mencapai Rp 40.000 per kg untuk yang super. Jika pabrik karet dibangun, ekonomi daerah akan bergerak, belum lagi banyaknya tenaga kerja yang terserap," tukasnya. (*/man/tom/k15)
SUMBER: KALTIM POST, RABU, 10 SEPTEMBER 2014