Melihat Dampak Perkebunan di Kukar (2)
21 Oktober 2010
Admin Website
Artikel
4798
TENGGARONG, KALTIM POST. Meski di Kecamatan Kota Bangun, Muara Kaman, dan Muara Wis perkebunan
sawit mulai maju, namun masalah tumpang tindih lahan kerap menghantui.
Bila pemerintah tak tegas, program plasma bisa terganjal.
“Itulah masalahnya saat ini. Memang harus tegas, ini memang menjadi kendala. Padahal, program plasma dibutuhkan masyarakat untuk peningkatan kesehateraan sesuai Gerbang Raja. Nah, seharusnya sektor lain ‘mengalah’ dan lebih mengutamakan kebun sawit,” ujar Sekretaris Dinas Perkebunan Marli.
Dicontohkannya, salahsatu perusahaan yang mengalami masalah itu adalah PT Prima Mitra Mandiri (PMM) dan PT Teguh Jaya Abadi (TJA). Padahal, dua perusahaan ini memiliki total 8.287 hektare lahan yang telah digarap menjadi kebun sawit di 8 desa di Kecamatan Kota Bangun, Muara Kaman dan Muara Wis. Itu belum termasuk 2.831 hektare lahan plasma yang diberikan ke warga sebagai program kerja sama.
“Kami memang mengalami hal itu. Ada yang tumpang tindih dengan lahan tambang ada juga yang dengan sesama perusahaan sawit. Saat ini penyelesaiannya bipartit. Masalah tumpang tindih lahan memang menjadi masalah utama sektor perkebunan di Kukar,” kata Kepala Perwakilan PT PMM dan PT TJA Gokmaasi Hutabarat, kemarin.
Untuk diketahui, PT PMM dan PT TJA memberikan peningkatan besar di Desa Lebaho Ulaq, Loleng, Benua Puhun, Bukit Jering, Muara Kaman Ilir, Rantau, Hempang, Lebak Mantan dan Bunga Jadi. Ada 1.600 warga lokal yang jadi karyawan perusahaan, gajinya bila ditotal mencapai Rp 3 miliar lebih per bulan. Perputaran uang Rp 3 miliar itu menggerakkan roda ekonomi di 8 desa itu. Warga yang dulunya hanya berkebun dan mencari ikan untuk kebutuhan per hari, kini bisa mendapatkan uang bulanan karena bekerja sebagai karyawan.
“Kami juga membantu instalasi listrik di desa, juga memberikan donasi tiap hari raya agama. Kami ingin masyarakat bisa meningkat kesejahteraannya seiring berkembangnya perusahaan,” tutur Gokmaasi.
Kedua perusahaan ini sebenarnya memiliki izin keseluruhan mencapai 21.500 hektare, namun karena kondisi alam yang tak sesuai, alhasil mencapai angka 11.000 hektare sudah rasional.
“Harapannya bisa lebih, sehingga plasma bagi masyarakat juga meningkat,” kata Manajer Pemitra PT PMM dan PT TJA Ronny Nurony, kemarin.
Sementara, Kepala Disbun Hairil Anwar menyebut, perusahaan yang memiliki niat untuk meningkatkan kesejahteraan di Kukar, akan mendapatkan dukungan penuh pemerintah.
“Intinya bagaimana warga di pedalaman yang kesusahan bisa sejahtera. Perkebunan ini salahsatu kunci mengentaskan kemiskinan di sana,” katanya. (che/bersambung)
“Itulah masalahnya saat ini. Memang harus tegas, ini memang menjadi kendala. Padahal, program plasma dibutuhkan masyarakat untuk peningkatan kesehateraan sesuai Gerbang Raja. Nah, seharusnya sektor lain ‘mengalah’ dan lebih mengutamakan kebun sawit,” ujar Sekretaris Dinas Perkebunan Marli.
Dicontohkannya, salahsatu perusahaan yang mengalami masalah itu adalah PT Prima Mitra Mandiri (PMM) dan PT Teguh Jaya Abadi (TJA). Padahal, dua perusahaan ini memiliki total 8.287 hektare lahan yang telah digarap menjadi kebun sawit di 8 desa di Kecamatan Kota Bangun, Muara Kaman dan Muara Wis. Itu belum termasuk 2.831 hektare lahan plasma yang diberikan ke warga sebagai program kerja sama.
“Kami memang mengalami hal itu. Ada yang tumpang tindih dengan lahan tambang ada juga yang dengan sesama perusahaan sawit. Saat ini penyelesaiannya bipartit. Masalah tumpang tindih lahan memang menjadi masalah utama sektor perkebunan di Kukar,” kata Kepala Perwakilan PT PMM dan PT TJA Gokmaasi Hutabarat, kemarin.
Untuk diketahui, PT PMM dan PT TJA memberikan peningkatan besar di Desa Lebaho Ulaq, Loleng, Benua Puhun, Bukit Jering, Muara Kaman Ilir, Rantau, Hempang, Lebak Mantan dan Bunga Jadi. Ada 1.600 warga lokal yang jadi karyawan perusahaan, gajinya bila ditotal mencapai Rp 3 miliar lebih per bulan. Perputaran uang Rp 3 miliar itu menggerakkan roda ekonomi di 8 desa itu. Warga yang dulunya hanya berkebun dan mencari ikan untuk kebutuhan per hari, kini bisa mendapatkan uang bulanan karena bekerja sebagai karyawan.
“Kami juga membantu instalasi listrik di desa, juga memberikan donasi tiap hari raya agama. Kami ingin masyarakat bisa meningkat kesejahteraannya seiring berkembangnya perusahaan,” tutur Gokmaasi.
Kedua perusahaan ini sebenarnya memiliki izin keseluruhan mencapai 21.500 hektare, namun karena kondisi alam yang tak sesuai, alhasil mencapai angka 11.000 hektare sudah rasional.
“Harapannya bisa lebih, sehingga plasma bagi masyarakat juga meningkat,” kata Manajer Pemitra PT PMM dan PT TJA Ronny Nurony, kemarin.
Sementara, Kepala Disbun Hairil Anwar menyebut, perusahaan yang memiliki niat untuk meningkatkan kesejahteraan di Kukar, akan mendapatkan dukungan penuh pemerintah.
“Intinya bagaimana warga di pedalaman yang kesusahan bisa sejahtera. Perkebunan ini salahsatu kunci mengentaskan kemiskinan di sana,” katanya. (che/bersambung)
DIKUTIP DARI KALTIM POST, KAMIS, 21 OKTOBER 2010